Minggu, 06 Februari 2022

PELUKAN TERAKHIR (Cerpen)

 

Hari itu menjadi hariku yang sangat sibuk.   Beberapa  anak tampak sudah siap dengan kostum sarung, baju koko dan peci didampingi orangtuanya. Wajah mereka tampak setengah cemas setengah tegang. Hoo! Tidak ada yang bahagia? Anak-anak ini sedang mempersiapkan diri dan hatinya untuk memasuki babak hidup yang baru yaitu sunat. Sunat? Ya. Hari itu adalah hari besar untuk remaja masjid di lingkunganku. Kami mengadakan sunatan massal. Alhamdulillah diikuti oleh beberapa anak solih dari lingkungan kurang mampu dan dhuafa yang sudah siap untuk disunat.

Jadi, diakhir masa sekolahku ini aku mengaktifkan diri di sebuah organisasi remaja masjid.  Bersama beberapa rekan masa kecil hingga masa kini, kami berkumpul mengadakan kegiatan di lingkungan masjid rumah kami, sebut saja masjid Al Ikhlash namanya.  Di samping gedung masjid yang megah, terdapat sebuah bangunan kecil yang menjadi lokasi untuk kegiatan Taman Pendidikan Al Qur’an. Namun demikian, belum ada remaja masjid yang berkiprah di sana.  Adalah kami yang mulai untuk mengisinya dengan kegiatan-kegiatan rohani untuk memakmurkan masjid.

Kami terdiri dari beberapa remaja perempuan dan laki-laki dengan usia yang berbeda-beda dan aktivitas keseharian yang beragam. Sebagian masih sekolah di SMA, ada yang sudah menjadi mahasiswi hingga bekerja, bahkan ada juga yang pengangguran. Kami semua berniat sama yaitu memakmurkan masjid.

“Hana! Gimana? Sudah berapa anak-anak yang hadir? tanya Habibi padaku. Siapa Habibi? Dia adalah ketua remaja masjid idolaku. Kenapa jadi idola? Panjang ceritanya. Bisa jadi 1 buku nanti , hehehe.

“Alhamdulillah, Bi. Sudah hampir semua hadir, ada 17 anak, tinggal satu lagi masih otewe katanya.” jawabku sambil mengecek catatan di buku kecilku.

“Oh syukurlah. Kamu lihat Andi? Reog nya sudah dekat nih. Sebentar lagi sampai”, lanjutnya memberitahuku sekaligus menanyakan koordinator acara hiburan.

“Sepertinya tadi kulihat dia sedang mengarahkan para kusir delman untuk berbaris memarkir kuda dan delmannya di tepi luar pagar lapangan, Bi”, jawabku.

“Ok, aku ke sana dulu. Jangan lupa ingatkan Woro untuk menyiapkan amplop hadiah buat peserta ya!” katanya sambil berjalan menuju lapangan dan meninggalkanku di ruang kesekretariatan. Aku bergegas mencari Woro, sang bendahara.

Begitulah, kami mengundang kesenian daerah dari Jawa Timur yaitu Reog Ponorogo sebagai hiburan. Bukan hanya bernilai seni atau estetika, tapi juga mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai itu di antaranya budi pekerti mulia sebagaimana disimbolkan melalui burung merak, keberanian membela kebenaran (harimau),  patriotisme/kepahlawanan (tari jathil), optimisme (tari pujangganong), dan kepemimpinan (tari kelana sewandana). Dari filosofi ini, diharapkan anak-anak yang sudah disunat akan menjadi anak solih yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang digambarkan oleh kesenian reog ponorogo.

Demikian pula dengan delman dan kusirnya yang akan ditugaskan untuk mengarak semua peserta sunatan massal hari itu. Ramai sekali suasana hari itu di kampungku. Lapangan penuh dengan masyarakat yang ingin menyaksikan kehebatan para seniman reog ponorogo beraksi dan memberi semangat kepada para peserta untuk berani bersunat dengan hadiah keliling kampung menggunakan delman yang sudah penuh dengan hiasan warna warni.

Hari berganti, bulan dan tahun berlalu.  Proses pertemanan kami untuk saling mengenal berjalan baik. Berbagai kegiatan kami laksanakan dengan dukungan penuh dari para sesepuh pengurus masjid.  Kami diberi kesempatan untuk berdiskusi, rapat, merencanakan kegiatan, menyusun anggaran, melaksanakan dan mengevaluasi. 

Seiring waktu berjalan, Habibi sang ketua remaja masjid ternyata menaruh hati padaku. Wow ! Antara kaget, bingung, tapi bahagia juga kurasakan. Rasanya campur aduk kayak harap-harap cemas gitu. Tahu dari mana ? Teman-temanku menyampaikan padaku.

“Hana, dapat salam dari Habibi “

“Hana dicariin sama Habibi “

“Hana ditunggu sama Habibi di depan “

Hana ini, Hana itu, dan Hana lainnya dihubung-hubungkan dengan Habibi.

Karena Habibi sudah bekerja, sementara aku masih sekolah.  Sudah dipastikan aku tidak boleh berpacaran oleh orangtuaku.  Kayaknya ingin backstreet aja. Tahu backstreet, kan? Itu loh jalan belakang alias pacaran ngumpet-ngumpet. Tapi aku juga tahu kalau pacaran itu tidak dibolehkan agama. Gini-gini aku lagi belajar pakai jilbab loh. Remaja masjid gituu.

Entah bagaimana, kami menjadi semakin dekat. Awalnya obrolan kami berkisar antara ketua dan sekretarisnya. Lama kelamaan topik diskusi bergeser ke aktivitas kami sehari-hari. Habibi mulai mengantar jemput aku ke kampus. Bagaimana dengan orangtuaku ?

Tentu saja mereka tidak secara langsung menolak. Hingga akhirnya aku lulus menjadi sarjana, Habibi mulai memberanikan diri untuk memintaku kepada ayah ibuku.  Dengan tanpa banyak kata, mereka mengingatkan aku bahwa Habibi bukanlah sarjana, ia hanya lulusan SMA. Tidak ada tawar menawar, walaupun rajin, ketua remaja masjid, dan sudah bekerja. Entah apa yang ada di kepala dan hatiku saat itu. Antara harapan dan kenyataan yang tidak sejalan. Keterbatasan pengetahuan dan pengalamanku yang memintaku untuk mencari ridho orangtua. Titik. Hanya itu yang kupunya sebagai acuan langkahku. Saat aku tak mendapat dukungan dari orangtuaku, perlahan Habibi mundur teratur.

Sekian lama tak berjumpa, kami sibuk dengan urusan masing-masing, sementara kepengurusan remaja masjid sudah mengalami regenerasi berkali-kali. Aku sibuk berkarir dan tak memikirkan kebutuhan dan sindiran ayah bundaku untuk segera menikah. Demikian pula dengan Habibi yang kudengar menjadi workaholic, orang yang gila kerja dan belum menikah juga.

Menginjak usiaku 35 tahun, akhirnya ayah bundaku menyerahkan kepadaku untuk segera menikah dengan siapa saja laki-laki pilihanku. Saat itu aku sedang bertugas di pulau  Kalimantan, jauh dari kampungku di Jakarta. Sementara Habibi juga ternyata sedang bertugas di pulau Sulawesi, Makasar tepatnya. Kami berteman melalui facebook dan yahoo messenger. Entah bagaimana awalnya, tapi obrolan kami melalui kedua sosial media itu berjalan lancar. Mulai dari menanyakan kabar hingga ajakan untuk menikah kembali ditawarkan oleh Habibi yang kini sudah mengantongi ijazah S2 nya.

Singkat cerita, kami menikah dengan restu kedua orangtua kami, aku dan Habibi bisa kembali ke kampung kami di Jakarta. Demikian cepat prosesnya, bolak balik mengurus persiapan pernikahan Banjarmasin-Makasar dan Jakarta menjadi kisah tersendiri bagi kami berdua sebelum akhirnya kami bisa menikah,  kembali bertugas dan menetap di Jakarta.

Kami berkeluarga dan memiliki 2 anak buah cinta kami. Azzam dan Aisyah namanya, sepasang anak kembar laki- laki dan perempuan lucu dan imut-imut ini kini menjadi sumber kebahagiaan akung utinya, eyang-eyangnya serta om dan tantenya.

Suatu hari sesudah asar, Habibi yang kini menjadi suamiku memanggilku.

“Yang sini deh, aku mau peluk boleh?”

“Apa sih? Biasanya juga peluk-peluk aja”.

Akhirnya kami berpelukan, lama, dalam diam. Baru kusadari kalau tubuhnya makin kurus. Ia memelukku begitu erat dan lembut.

“Bi, ada apa ? Ternyata badan abi sekarang kurus ya ?”

“Iya”, jawabnya satu kata.

“Makanya abi harus jaga makannya, abi kan punya diabetes.  Dari dulu sebelum menikah abi kalau makan baso aja harus dikasih gula pasir,” lanjutku sambil cemberut, mengingat suamiku ini memiliki riwayat keturunan diabetes dari ibunya..

Setelah puas memelukku, ia mencium keningku lama dan mengecup sekilas bibirku.

“Sudah, yang, sudah. Terimakasih ya sayangku, sudah menjadi istri yang baik. Mau menungguku sekian lama hingga akhirnya kita bisa menikah dan memiliki Azzam dan Aisyah,” katanya tersenyum.

3 bulan kemudian suamiku wafat.  

Selasa, 27 Desember 2016

PEMPEK ALA ALA



😍😍😍😍

1.  Aduk di atas api 1gelas air dan 1 gelas terigu serta garam secukupnya sampai     kental
2. Gabung adonan no 1 dengan 1kg daging ikan tenggiri  yang sudah digiling         dan sagu tani 1kg
3. Uleni dan bentuk sesuka hati
4. Rebus di air mendidih hingga mengapung
5. Rebus gula merah lalu saring. masukkan bawang putih  beserta cabai rawit    
    dan ebi yang sudah  dihaluskan. lalu tambah cuka dan garam  sesuai selera.  
     masak hingga mendidih.
6. Goreng dan sajikan dengan kuah.
7. Selamat mencoba.. jangan lupa baca Bismillah :)


Selasa, 07 Juli 2015

feel like starting my new life

last night became my new life with you hunny... 
happy 3 years for us
bismillahirrohmaanirrohiim

Rabu, 19 November 2014

waktu

waktu berjalan begitu cepat
tak terasa
tiba - tiba sudah hampir 40

tahun ini tahun duka cita
teguran keras buatku untuk senantiasa bertaubat

mama, dyan, papa mertua, lie nya ninil, mbak rili, mbah gon, mr khy, wati, :(

7 orang dekatku Engkau panggil
ampuni dosa mereka Ya Robb

terima amal ibadah mereka

tempatkan mereka di tempat terindah di sisi Mu



aamiin

Sabtu, 18 Oktober 2014

puding karamel yang manis

tak sehambar ulang tahunku


Penulis : Fatmah Bahalwan  
Bahan :
5 btr telur
125gr gula pasir
2 sdm maizena (optional)
500ml susu segar
¼ sdt vanilli

Karamel :
175 gr gula pasir
1 sdt air jeruk nipis
2 sdm air

Cara Membuat :

Karamel : jerangkan gula diatas api hingga cair dan kecoklatan, tambahkan air dan air jeruk nipis, angkat dari api. Tuang kedalam cetakan. Dinginkan.

Campur semua bahan lain, aduk hingga larut, lalu saring kedalam cetakan yg sudah berisi caramel tadi.

Kukus hingga matang. Lk. 30 menit.

Angkat, dinginkan. Sajikan.

Sabtu, 01 September 2012

ENJOY YOUR DAY


Enjoy your day....

look at everything nicely...
everything...

thank to Alloh
say alhamdulillah when you get something good
and be patient when you get something bad
look at everything nicely...

coz Alloh always give you the best
good or bad is nice for you
make your life perfect

so..
enjoy your life day.....
before your  death 



Sabtu, 28 Juli 2012

Sabtu, 7 Juli 2012 M ... Sabt, 7 Sya'ban 1433 H
My new life has just begin...
May Alloh always love us forever... aamiin...